Rabu, 08 Juli 2020

Tugas 3


PERIKATAN DAN PERJANJIAN

Di dalam pengaturan hukum perikatan dalam Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka yakni setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apapun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam buku III KUHPerdata baik mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Perikatan

Perikatan adalah hubungan hukuum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. Perikatan dapat timbul Karena :
1.      Perjanjian (kontrak)
2.      Bukan dari perjanjian (dari undang-undang)
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal.  Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak.  Hubungan ini yang dinamakan dengan perikatan. Dengan kata lain hubungan perikatan dan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan.  Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka.  Oleh karena itu setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan adalah sebagai berikut :
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi 2 yakni perikatan terjadi karena undang-undang semata dan perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela

Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas dalam hukum perjanjian yakni :
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.      Asas  konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal yang pokok dan tidak memerlukan formalitas. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya empat syarat yaitu :
a.       Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
b.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c.       Mengenai suatu hal tertentu
d.      Suatu sebab yang halal

Wanprestasi

Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa(lalai) atau ingkar janji.  Adapun bentuk dari wanprestasi bisa berupa :
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3.      Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Oleh karena itu, wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang berat maka tidaak mudah untuk menyatakan bahwa seseorang lalai atau alpa.

Akibat-Akibat Wanprestasi

Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu :
1.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).  Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur yakni :
a.       Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyaata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
b.      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor
2.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Pembatalah perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.      Peralihan resiko
Peralihan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi sesuatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian tersebut sesuai dengan pasal 1237 KUHPerdata

Hapusnya perikatan

Perikatan bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUHPerdata yaitu :
1.      Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
2.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.      Pembaharuan utang
4.      Perjumpaan utang
5.      Percampuran utang
6.      Pembebasan utang
7.      Musnahnya barang yang terutang
8.      Batal/pembatalan
9.      Berlakunya suatu syarat batal
10.  Lewat waktu

Memorandum of Understanding

Pada hakikatnya memorandum of understanding merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detail.  Oleh karena itu dalam memorandum of understanding hanya  berisikan hal-hal pokok saja.

Ciri-ciri Memorandum of Understanding

Ciri-ciri memorandum of understanding adalah sebagai berikut :
a.       Isinya ringkas, seringkali hanya satu halaman saja
b.      Berisikan hal-hal yang pokok saja
c.       Hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci
d.      Mempunyai jangka waktu berlakunya (1 bulan, 6 bulan atau setahun) apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindak lanjuti denan penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci maka perjanjian tersebut akan batal, kecualai diperpanjang oleh para pihak
e.       Dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan.
f.       Tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk melakukan suatu perjanjian yang lebih detail

Contoh kasus
  • Kronologi Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.  Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP), tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991.  Namun pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP), yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) menutup COMBI Furniture secara paksa.  Selain itu, pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.

  • Analisis :

Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah ada kesepakatan, karena pihak PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada paksaan dari pihak manapun untuk menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT. Surabaya Delta Plaza yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Tapi ternyata Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT Surabaya Delta Plaza, dia tidak pernah peduli terhadap tagihan – tagihan yang datang kepadanya dan dia tetap bersikeras untuk tidak membayar semua kewajibannya.  Maka dari itu Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian atau telah melakukan wanprestasi.
Dengan alasan inilah pihak PT Surabaya Delta Plaza setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya Delta Plaza. Seharusnya Tarmin Kusno bertanggung jawab atas semua kewajiban-kewajibannya yang telah ia sepakati sebelumnya dan harus menerima semua resiko yang dia terima.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar